Penulis : Alin Lizia Anggraeni,SE
(Muslimah Peduli Umat)
Dunia Maya dihebohkan dengan temuan group Facebook Dengan nama ‘Fantasi Sedarah’. Konten ini mengandung eksploitasi seksual dan menyebabkan keresahan di Masyarakat. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( Kemen PPPA) meminta polisi segera mengusut group ini.
Melalui sekretaris Kemen PPPA Titi Eko Rahayu, Kemen PPPA mengecam keberadaan group ini karna dianggap menormalisasikan tindakan incest yang membahayakan perempuan dan anak. Menurut Titi “proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat khususnya anak-anak dari dampak buruk konten yang menyimpang”.
Incest atau hubungan sedarah sendiri bukanlah hal baru. Bahkan di negeri kita yang di klaim sebagai negara religius pun sering kita dengar kasus-kasus incest yang viral. Seperti kasus yang terjadi di Medan, Sumatera Utara (Sumut) laki-laki berinisial R (24) ditangkap bersama adiknya NH (21) karena menjadi pengirim paket bayi hasil inses atau hubungan sedarah mereka lewat ojek online (Ojol).
Gambaran ini menunjukan adanya pengabaian terhadap aturan agama maupun masyarakat. Kakak atau ayah yang harusnya jadi pelindung dan menjaganya malah merusak semuanya. Masyarakat hidup bebas tanpa aturan, hanya mengikuti hawa nafsu belaka. Rasa kasih terhadap anak hilang, bahkan lebih parah dari binatang sendiri.
Hal ini tidak terjadi begitu saja, Ini adalah buah dari penerapan dari sistem sekuler kapitalis. Sistem sekuler kapitalis memaknai kehidupan hanya sebatas tempat mencari materi. Akhirnya, kesenangan jasadi bisa mengalahkan rasa kasih sayang, mengalahkan tugas melindungi dan menjaga.
Sistem ini tak luput dengan konsep harus selalu menguntungkan, tak peduli orang lain merugi. Tak ada norma agama. Sama-sama mencari keuntungan inilah yang menjadi satu-satunya pengikat hubungan antar manusia dalam sisitem kapitalis. Bangunan keluarga muslim benar-benar hancur tersebab jauhnya mereka dengan agamanya sendiri.
Kehidupan sekuler telah benar-benar merusak bangunan keluarga. Hal ini karena sekularisme telah menjauhkan manusia dari agamanya. Konsekuensi dari itu semua, mereka kehilangan makna kehidupan, yakni terkait untuk apa mereka diciptakan dan apa yang harus dilakukannya di dunia. Manusia yang tidak beriman dan bertakwa niscaya akan dikuasai oleh syahwatnya. Ia merasa bebas melakukan segala sesuatu tanpa memperhatikan konsekuensinya. Hilangnya agama dari pedoman hidup manusia juga menjadikan hubungan antarmanusia penuh dengan kerusakan.
Negara sekuler kapitalistik telah merusak semuanya. Tidak hanya membuat bangunan keluarga retak dan tidak harmonis, tetapi sistem sekuler juga telah menghancurkan ikatan antar anggota keluarga. Ayah dan ibu bisa menjelma menjadi predator bagi anak-anaknya, dan anak-anak mereka pun bisa berubah menjadi monster yang siap menzalimi ayah dan ibunya. Penerapan sistem sekuler kapitalis membuat peran negara sebagai pelindung dan periayah umat kehilangan perannya.
Bertolak belakang dengan sekularisme, Islam menjadikan umat makin dekat dengan agamanya. Tanpa agama, manusia akan tersesat di dunia. Agama adalah pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Dengan paham agama, mereka akan memahami hakikat kehidupan. Manusia adalah seorang hamba yang memiliki tugas di dunia untuk beribadah kepada Penciptanya.
Dengan memahami tujuan penciptaan semata untuk beribadah kepada Allah Taala, seorang muslim akan terdorong untuk terus beramal saleh. Keimanan yang tertanam akan menjadikan manusia-manusia penuh dengan ketakwaan dan kasih sayang. Para ayah dan ibu akan benar-benar menyayangi anak-anaknya, begitu pula sebaliknya.
Sedangkan negara akan menjamin keimanan dan ketakwaan tumbuh kuat dalam diri kaum muslim. Tiga pilar yang menjadi pondasi, keluarga, system dan negara. Inilah yang menjadi pangkal solusi bagi persoalan kriminalitas. Bangunan keluarga akan kokoh, para anggotanya akan memahami hak dan kewajibannya. Negara menjalankan fungsi untuk menerapkan sistem Islam, mengawasi dan memberikan sanksi atas setiap pelanggaran yang terjadi. Memastikan setiap keluarga muslim terikat dengan hukum syara, memastikan seluruh warga negara terikat dengan sistem Islam.
Negara akan menghadang masuknya pemahaman-pemahaman sekuler kapitalistik yang merasuki umat seperti paham materialistis, hedonistik, juga kesetaraan gender. Sebaliknya, negara akan terus memberikan pemahaman akan pentingnya hidup sederhana dan bukan berfokus pada materi, melainkan pada amal saleh untuk bekal akhirat.
Peran negara dalam Islam (Khilafah) dalam mewujudkan hal tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, sistem pendidikan akan berbasis akidah Islam.
Kedua, sistem ekonomi dalam Khilafah akan menjadikan rakyat sejahtera. Para ayah dimudahkan untuk mencari nafkah dan para ibu akan fokus menjadi ummun wa robbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga). Inilah yang menjadikan anak-anak kenyang dengan kasih sayang sebab para ibu akan optimal dalam pengasuhan.
Ketiga, sistem sanksi Islam pun sifatnya menjerakan. Islam memberlakukan kisas bagi pelaku pembunuhan. Kisas adalah pembalasan hukum setimpal kepada pelaku pidana. Kisas umumnya diterapkan dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan. Sesungguhnya di dalam kisas ada jaminan kehidupan.
Hal tersebut sesuai dengan ayat,
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Dan dalam kisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 178-179).
Keempat, sistem politik dalam Islam yang menerapkan syariat Islam secara kafah dalam negara sehingga menjadikan kebijakan negara sejalan dengan syariat. Para penguasanya fokus menjadikan rakyatnya bertakwa dan terpenuhi seluruh kebutuhannya. Dengan demikian, tidak akan ada lagi tayangan di media yang dapat memicu terjadinya kriminalitas, juga tidak akan ada lagi kebijakan yang menguatkan sekularisasi.
Wallahu alam bishowab












































