Oleh : Eka Anjarwati (Aktivis Peduli Generasi)
Liputan1 – Gaza – Lebih dari 39.000 anak di Jalur Gaza telah kehilangan satu atau kedua orangtua mereka akibat serangan Israel yang terus-menerus sejak 7 Oktober 2023. Menurut Biro Statistik Palestina seperti dilansir Al Mayadeen, Jalur Gaza kini menghadapi krisis yatim terbesar dalam sejarah modern. Dalam pernyataan yang dikeluarkan menjelang Hari Anak Palestina, biro tersebut mengonfirmasi bahwa 39.384 anak telah menjadi yatim sepanjang 534 hari pengeboman. Dari jumlah tersebut, sekitar 17.000 anak kehilangan kedua orangtua dan kini “menghadapi kehidupan tanpa dukungan atau perawatan.”
Lazzarini menyatakan 15.000 anak dilaporkan telah tewas sejak perang terbaru dimulai di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, “Ini adalah noda bagi kemanusiaan kita bersama. Tidak ada yang bisa membenarkan pembunuhan anak-anak di mana pun mereka berada,” tegasnya, sambil menyerukan gencatan senjata segera.
Serangan udara Israel tewaskan 23 Orang di Gaza, Termasuk anak-anak dan perempuan
Sementara itu, sedikitnya 100 anak Palestina tewas atau terluka setiap harinya di Jalur Gaza, sejak Israel melanggar gencatan senjata pada 18 Maret 2025, kata kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini, mengutip UNICEF pada Jumat (4/4). Menyebut situasi ini mengerikan, Lazzarini menyayangkan hidup anak-anak yang terputus akibat perang yang bukan mereka yang buat.
Akibat dari kebiadaban zionis puluhan ribu anak-anak telah menjadi korban genosida bahkan meninggalkan kepedihan di mana anak-anak banyak yang menjadi yatim karena kehilangan orangtua. Semenjak terjadi genosida tercatat ada 39 ribu anak yatim di Gaza, bahkan setiap hari 100 anak Gaza meninggal.
Mirisnya fakta ini terjadi di tengah narasi HAM dan aturan internasional yang terus di gaungkan oleh perangkat hukum perlindungan dan pemenuhan hak anak, namun nyatanya aturan-aturan tersebut tidak mampu menghentikan atau mencegah Penderitaan anak-anak Palestina. Narasi HAM hanya menjadi slogan omong kosong.
Harusnya semua ini bisa membuka mata kaum muslim seluruh dunia bahwa sesungguhnya narasi-narasi HAM bahkan perlindungan terhadap anak tidak berlaku bagi kaum muslim. Buktinya tidak sedikit nyawa anak anak Gaza yang menjadi korban bahkan genosida telah merenggut hak-hak anak-anak Gaza menjadikan mereka hidup dalam kelaparan, ketakutan, kehilangan orang tua dan juga tempat tinggal. Semua itu tidak dapat di hentikan dan di cegah oleh pencetus narasi HAM.
Sudah seharusnya persoalan ini dapat menyadarkan umat bahwa tidak ada yang bisa diharapkan dari lembaga-lembaga internasional dan semua aturan yang di dilahirkannya. Karena memang peraturan yang mereka buat bukanlah untuk kaum muslim.
Bahkan tidak akan bisa menyelesaikan persoalan yang terjadi di Gaza apalagi berharap dapat menyelamatkan anak-anak Palestina dari serangan Zionis. Semestinya kaum muslim menyadari bahwa solusi untuk anak Palestina adalah dengan bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan Khilafah agar kepemimpinan politik Islam dapat terwujud dan terlaksana.
Khilafah berfungsi sebagai Ra’in dan Junah tidak akan pernah membiarkan kezaliman terjadi terhadap rakyatnya, berabad-abad lamanya berhasil menjadi pelindung dan benteng yang kokoh dan aman yang memberikan pemeliharaan bagi harta, jiwa kemuliaan, kehormatan, bahkan berhasil memberikan keamanan terbaik untuk rakyatnya.
Sehingga tak heran negara Khilafah menjadi benteng yang paling utama untuk kemajuan dan tumbuh kembang anak. Sehingga anak-anak kelak akan menjadi anak-anak yang kuat dan generasi yang cemerlang dari masa ke masa yang tidak akan pernah di tindas dan tidak akan hidup dalam kesengsaraan karena siksaan dari negara-negara yang memusuhi islam.
Sebagai seorang muslim semua wajib terlibat dalam memperjuangkan kembalinya Khilafah, karena hanya dengan Khilafah negeri-negeri muslim yang terjajah seperti Palestina, Myanmar Rohingya dan juga yang lainya akan terbebas. Dan agar ummat Islam memiliki hujjah/alasan di hadapan Allah kelak, bahwa selama hidupnya dia tidak diam ketika melihat saudara muslimnya tertindas dan tersiksa.
Sudah semestinya sebagai seorang muslim harus terlibat dalam memperjuangkan kembali tegaknya syariat Islam yaitu saling tolong-menolong dalam rangka memperjuangkan kembali tegaknya sistem Islam, tidak sebaliknya yang hanya diam ketika melihat anak-anak Gaza dan orang tua mereka dibantai oleh Zionis dan sekutu-sekutunya.
Berikut beberapa hadist yang seharusnya kaum muslim renungkan, “Seorang mukmin dengan mukmin lainnya seperti sebuah bangunan yang saling menguatkan satu sama lainnya.” (HR. al-Bukhari).
Rasulullah saw juga menggambarkan umat Islam layaknya satu tubuh sebagaimana sabda beliau, “Sungguh seorang mukmin bagi mukmin yang lain berposisi seperti kepala bagi tubuh. Seorang mukmin akan merasakan sakitnya mukmin yang lain seperti tubuh ikut merasakan sakit yang menimpa kepala.” (HR. Ahmad).
Rasulullah saw juga bersabda, “Perumpamaan kaum mukmin dalam hal saling cinta, kasih sayang dan empati di antara mereka seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit maka seluruh tubuh demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Seperti itulah seharusnya persaudaraan umat Islam terhadap saudaranya. Semua umat Islam di seluruh dunia harus merasa layaknya satu tubuh. Maka, penderitaan yang dialami oleh umat Islam Palestina, seharusnya dirasakan pula oleh umat Islam lainnya. Dan sudah semestinya kita meyakini ketika menjadi seorang muslim maka kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT sebagaimana pembelaannya terhadap saudara muslim lainnya.
Yaitu dengan sungguh-sungguh memperjuangankan untuk mengembalikan tegaknya Islam, maka persoalan hakiki anak-anak Gaza akan selesai dan dengannya persoalan Palestina juga terselesaikan secara tuntas yakni dengan terwujud jihad dan khilafah. Wallahu a’lam bishowab.












































