Penulis: Muji Habibah, S.Pd. (Pendidik dan Aktivis Muslimah)
LIPUTAN 1 – Banyaknya kasus kriminalisasi terhadap guru karena dituduh melakukan kekerasan pada anak didiknya membuat muruah (kehormatan) guru tidak lagi diposisikan sebagai sosok yang mulia. Hal ini membuat daftar panjang persoalan pendidikan di negeri ini. Guru adalah pemberi ilmu yang menjadi ujung tombak dalam menentukan kualitas pendidikan sebuah bangsa. Guru memiliki tanggung jawab mendidik dan mendisiplinkan anak didiknya di sekolah.
Namun, dengan maraknya kriminalisasi terhadap guru mengakibatkan para guru makin enggan untuk mendisiplinkan anak didiknya, guru khawatir terlibat proses hukum maupun konflik dengan orang tua siswa. Jika kondisi ini dibiarkan, maka akan berdampak pada munculnya fenomena ”masa bodoh” dari para guru dan tentunya akan berpengaruh negatif pada output pendidikan.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Penajam Paser Utara (PPU) , Andi Singkeru menyatakan dukungan penuh terhadap perlindungan profesi guru melalui regulasi yang jelas. Bagi Andi, regulasi yang melindungi martabat dan peran guru sangat dibutuhkan untuk memastikan profesi ini semakin dihormati dan dihargai di tengah masyarakat. ”Terkait perlindungan terhadap profesi guru, kami sangat mendukung adanya regulasi yang melindungi para guru. Jangan sampai martabat seorang guru diabaikan.” ujar Andi. Sumber: https://kaltimtoday.co
Beberapa faktor penyebab maraknya kriminalisasi pada guru antara lain karena adanya UU Perlindungan Anak, UU ini kerap menjadikan guru mudah diipidanakan. Sebabnya, beberapa upaya dalam mendidik anak didik sering diklaim sebagai tindak kekerasan pada anak. Selain itu, adanya perbedaan persepsi dalam mendefinisikan pendidikan itu sendiri dan tujuan pendidikan antara orang tua, guru, masyarakat dan negara. Perbedaan inilah yang menimbulkan gesekan di antara mereka termasuk dalam langkah guru untuk mendisiplinkan anak didiknya.
Penyebab lainnya adalah pola komunikasi yang kurang baik antara guru dan anak didiknya begitupula komunikasi pihak sekolah dan orang tua. Orang tua menyerahkan pendidikan anak mereka sepenuhnya pada pihak sekolah sehingga tak ayal sering menyalahkan sekolah jika anaknya melakukan sesuatu yang buruk. Begitu pun pihak sekolah yang fokus pada penilaian akademik semata demi tuntutan akademik, akreditasi dan prestasi sekolah sehingga terabaikan aspek moral apalagi agama anak didiknya. Inilah yang menjadikan rasa hormat anak didik pada guru dan orang tua semakin luntur.
Pada lingkup negara, UU yang ada dipandang kurang mampu melindungi guru. Banyak pihak pesimis jika ada UU khusus akan mampu memberikan hak perlindungan hukum bagi guru. Hal ini didasari dari fakta bagaimana negeri ini kerap kali didominasi mafia peradilan. Hukum bisa dinegosiasi dengan uang dan kekuasaan. Maksudnya, guru yang lemah posisi tawarnya tentu akan kesulitasn mencari keadilan meski ada UU perlindungan khusus untuk guru.
Menelaah lebih dalam akar masalah di atas penyebab utamanya karena diterapkannya sistem kehidupan sekuler kapitalisme. Sistem sekuler menjadikan manusia punya hak membuat aturan atas kehidupan sehari-hari mereka. Maka, tak heran aturan atau UU yang lahir adalah produk buatan manusia yang lemah dan berpotensi saling bertentangan satu sama lain. Berkaca dari UU Perlindungan Anak dan UU Guru yang berpotensi saling menyerang balik. Dalam sistem sekuler, ketaqwaan individu hanya sebatas ibadah ritual semata. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari tidak sedikit guru, orang tua maupun anak didik menafikan agama dalam bertindak untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, sulitnya mengontrol diri dikala emosi membuat gesekan semakin besar. Sebagai contoh, adanya guru yang mengalami kebutaan akibat kekerasan fisik oleh orang tua siswa karena kesal anaknya dihukum.
Selain itu, sistem sekuler juga mencetak individu yang matrealistis. Tujuan hidup hanya untuk mendapatkan materi dan kesenangan pribadi semata. Hal ini berdampak pula pada tujuan saat mengenyam pendidikan. Banyak orang tua yang tujuan menyekolahkan anak untuk tujuan materi. Demikian pula orientasi guru yang terbentuk oleh sistem ini pun sama, yaitu materi. Tidak dipungkiri banyak guru yang bekerja hanya formalitas profesi tanpa mempedulikan nasib generasi. Ketika pada gilirannya ada guru yang mendedikasikan hidupnya untuk mengajar hingga tidak lagi mempermasalahkan gaji yang minim, malah dipandang sebelah mata sehingga mudah dipidanakan.
Pola relasi manusia yang terjalin menjadikan hilangnya rasa hormat anak didik kepada guru, hal ini juga tidak terlepas dari bentukan hasil sistem sekuler yang ada dikehidupan saat ini. Anak didik atau orang tua siswa tidak segan segan melaporkan gurunya karena merasa harta dan jabatan orang tuanya lebih tinggi dari gurunya.
Guru Mulia Dalam Islam
Islam memandang guru sebagai sosok mulia yang harus dijaga muruahnya (kehormatannya). Banyak dalil yang menggambarkan keutamaan serta kedudukan guru di sisi Allah dan Rasul Nya. Siapa saja yang memahami agama, pasti akan menjaga adabnya kepada gurunya. Ia akan senantiasa menghormati dan memperlakukan gurunya dengan baik dan hormat. Ia akan patuh akan nasehat gurunya karena ia yakin bahwa nasehat tersebut untuk kebaikan dirinya. Demikian pula dengan orang tua siswa, islam mengajarkan umatnya untuk menjaga adab terhadap gurunya. Salah satu adab terhadap guru adalah dengan tidak mencari – cari kesalahan guru, sebagaimana firman Allah dalam suroh Al Hujurat (49) ayat 12 yang artinya: ”Dan janganlah mencari – cari keburukan orang lain dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Maka tentu kamu akan jijik kepadanya”.
Dalam kehidupan islam, guru berfastabiqul khoirot (berlomba-lomba) untuk senantiasa menjadi beramal sholih. Dorongan utama guru dalam mengajar adalah meraih pahala dan amal jariyah sebanyak-banyaknya. Rasulullah bersabda: ”Apabila menusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakannya.” HR. Muslim. Guru akan senantiasa meningkatkan kualitas dirinya dan fokus memberikan pengajaran terbaiknya pada setiap anak didiknya dengan niat ikhlas karena Allah Ta’ala.
Adapun peran negara dalam memuliakan guru yaitu dengan menyejahterakan dengan sistem penggajian yang terbaik sehingga guru fokus menjalankan amanahnya dengan optimal. Guru tidak lagi tersibukkan dengan mencari mata pencaharian lain demi memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Selain itu, negara juga wajib memberikan perlindungan hakiki kepada guru dan murid dengan cara menerapkan aturan islam secara kaffah. Sebab, dengan penerapan islam secara kaffah secara langsung negara akan melindung seluruh individu dari berbagai profesi termasuk guru. Pemimpin (Khalifah) merumuskan kebijakan atau aturan berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah sehingga aturan ini mampu menjadi solusi hakiki tanpa di intervensi kepentingan manusia lain. Inilah jaminan lahirnya kebijakan yang mampu melindungi semua pihak termasuk guru.
Islam sebagai din (agama) yang paripurna memiliki sistem pendidikan yang khas, dengan landasan aqidah islam dan suasana ketaqwaan. Islam mewajibkan negara sebagai pihak yang mengurusi seluruh kebutuhan hidup manusia, termasuk pendidikan. Negara harus bersungguh-sungguh dalam dalam mengatur urusan pendidikan rakyatnya agar rakyatnya mendapatkan hak berpendidikan secara merata dan berkualitas. Negara bertugas untuk memahamkan semua elemen masyarakat akan tujuan pendidikan yaitu untuk membentuk kpribadian islam serta membekali anak didik dengan berbagai ilmu dan pengetahuan guna bekal mengarungi kehidupan.
Dengan demikian, semua pihak akan bersinergi dalam mencapai tujuan pendidikan menurut islam. Dengan tujuan ini guru akan optimal dalam mengajar karena guru akan tenang menjalankan amanahnya dalam mengajar anak didiknnya. Dengan begitu, jangankan mengkriminalisasi guru para orang tua justru memberikan apresiasi dan mendukung penuh pengajaran guru kepada anak-anak mereka.
Selain itu, negara sebagai penanggung jawab urusan umat akan memastikan tujuan pendidikan islam terwujud dengan baik, negara tidak lagi menuntut guru dengan berbagai program atau administrasi yang menyita waktu sehingga guru tersibukkan dan menjadi kurang fokus menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Dalam sistem islam, ditetapkan kurikulum pendidikan yang berlandaskan islam, mata pelajaran serta metodologi penyampaiannya seluruhnya disusun tanpa menyimpang sedikit pun dari asas aqidah. Wa allahu ‘alam bishowab.












































