KUTACANE — Dugaan penyimpangan dalam pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 2 Aceh Tenggara semakin terbuka lebar. Setelah sebelumnya mencuat temuan honor satpam fiktif senilai Rp18 juta dan anggaran “perjalanan bisnis” yang janggal hingga Rp40 juta, kini LSM Komando Garuda Sakti Aliansi Indonesia (LKGSAI) menemukan kejanggalan baru: anggaran kegiatan ekstrakurikuler dan belanja perlengkapan kantor yang diduga tidak terealisasi sebagaimana mestinya.
Sekretaris Jenderal LKGSAI, Jamal. B, menegaskan bahwa pihaknya memiliki bukti indikasi kuat bahwa sebagian dana BOS tidak digunakan sesuai peruntukannya.
“Kami menemukan pos anggaran untuk honorarium kegiatan ekstrakurikuler dan perwakilan sekolah sebesar Rp14.400.000, tapi di lapangan kami tidak melihat adanya kegiatan atau fasilitas pendukung yang sebanding dengan anggaran tersebut,” ujar Jamal dengan nada tegas kepada media ini, Selasa (4/11/2025).
Tidak hanya itu, lanjut Jamal, terdapat pula alokasi belanja perlengkapan kantor sebesar Rp36.400.000, yang seharusnya digunakan untuk mendukung kenyamanan guru dan siswa di lingkungan madrasah. Namun kondisi ruang guru di MTsN 2 Aceh Tenggara justru memprihatinkan.
“Waktu kami datang ke sekolah, ruang guru tampak lusuh. Karpetnya sudah terkelupas, lantainya berdebu, bahkan cat dinding mulai kusam. Kalau dana sebesar itu benar-benar digunakan, mustahil kondisi kantor guru dibiarkan seperti itu,” ungkap Jamal.
LKGSAI: Banyak Anggaran Diduga Tidak Terealisasi
Temuan lapangan ini menambah daftar panjang dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana BOS di madrasah tersebut. Dari hasil penelusuran awal, LKGSAI mencatat beberapa pos anggaran yang patut dipertanyakan, di antaranya:
Honor Satpam: Rp18.000.000 (tanpa satpam yang bertugas);
Perjalanan Bisnis dan Perjalanan Bisnis Reguler: Rp40.000.000 (kegiatan tidak jelas);
Ekstrakurikuler dan Perwakilan Sekolah: Rp14.400.000 (tidak terealisasi);
Belanja Perlengkapan Kantor: Rp36.400.000 (kondisi ruang guru tidak sesuai laporan).
“Kalau kita lihat satu per satu, jelas ada kejanggalan sistemik. Ini bukan sekadar kelalaian administratif, tapi bisa masuk kategori penyimpangan anggaran atau korupsi dana pendidikan,” tegas Jamal.
Dasar Hukum dan Potensi Sanksi
Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, siapa pun yang dengan sengaja memperkaya diri sendiri atau orang lain menggunakan uang negara dapat dijerat pidana penjara hingga 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Selain itu, Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Dana BOS menegaskan bahwa seluruh penggunaan dana BOS harus dilaksanakan transparan, akuntabel, dan sesuai kebutuhan pendidikan.
Jika terbukti menyimpang, kepala madrasah dapat dikenai sanksi administratif dan hukum, mulai dari pemberhentian jabatan, pengembalian dana, hingga pelaporan ke aparat penegak hukum.
“Kami akan segera melaporkan temuan ini ke Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara dan Inspektorat Kemenag RI. Negara tidak boleh dirugikan hanya karena kelalaian atau permainan oknum di dunia pendidikan,” tegas Jamal.
Kemenag Didesak Buka Transparansi Dana BOS
LKGSAI menilai Kementerian Agama Aceh Tenggara harus segera turun tangan melakukan audit menyeluruh terhadap pengelolaan dana BOS di MTsN 2 Aceh Tenggara.
“Kalau dugaan ini benar, berarti ada praktik kotor di balik meja sekolah negeri. Jangan sampai dana pendidikan yang seharusnya menyejahterakan guru dan siswa justru masuk ke kantong pribadi,” ujar Jamal.
Ia juga mengingatkan bahwa madrasah bukan tempat mencari keuntungan, melainkan tempat membangun karakter dan integritas generasi muda.
“Madrasah adalah lembaga moral. Tapi kalau pengelola keuangannya saja bermain, bagaimana anak didiknya bisa belajar tentang kejujuran?” tutup Jamal dengan nada tajam.
Setelah di konfirmasi melalui via WhatsApp tidak di jawab ceklis 2 dan tidak ada jawaban apapun sehingga berita ini di naikan.
(Tim)












































